Dampak Kebijakan Tahan Suku Bunga The Fed, Harga Emas Bergerak Volatile



Harga emas bergerak volatil karena pengaruh pengumuman kebijakan The Fed mengenai suku bunga acuannya. The Fed kembali mempertahankan suku bunga acuannya di 5,25%-5,5%. Namun, The Fed juga menyebut perekonomian Amerika Serikat (AS) kuat sehingga harga emas bergerak volatile. The Fed masih belum menutup peluang kenaikan suku bunga di Desember mendatang. 

 

Harga emas di Apps Treasury hari ini bergerak melandai. Dalam hari ini harga emas turun -0,24 persen atau Rp2.429 (pukul 09:44 WIB) dengan harga beli emas Rp1.046.026 per gram dan harga jual Rp1.011.228 per gram. Sedangkan harga emas spot bergerak tak stabil setelah bank sentral AS mengumumkan kebijakannya terkait suku bunga acuan. Harga emas sempat turun ke 1.969 USD per ons troi sebelum menutup perdagangan ke 1.982 USD per ons troi di Rabu (01/11/2023) . Dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (31/10/2023), harga emas turun US$ 1,34.  Sementara, Kamis (02/11/2023), pukul 09.00 naik 0,17% ke 1.985 per ons troi USD.

 

Sesuai ekspektasi pasar, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Dengan demikian, The Fed sudah menahan suku bunga dalam dua pertemuan terakhir. The Fed terakhir kali menaikkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 25 Juli 2023.

 

Namun, The Fed menegaskan jika inflasi belum berjalan secepat keinginan mereka sehingga potensi kenaikan suku bunga masih ada. Chairman The Fed Jerome Powell juga mengingatkan jika The Fed belum membuat keputusan apapun terkait suku bunga untuk Desember mendatang. Semua keputusan akan sangat bergantung pada perkembangan data.

 

"Komite tetap menetapkan target inflasi di kisaran 2%. Dalam menetapkan kebijakan moneter, komite akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari pengetatan moneter, dampak ekonomi, dan perkembangan sektor keuangan," tulis The Fed dalam keterangan resminya.

 

Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC menjelaskan jika upaya untuk membawa inflasi kembali ke kisaran 2% masih jauh. Sebagai catatan, inflasi AS mencapai 3,7% (yoy) pada September 2023. Inflasi inti masih bergerak di 4,1%.

"Proses untuk menurunkan inflasi ke kisaran 2% masih jauh dari selesai. Kami akan menentukan kebijakan dari pertemuan ke pertemuan," tutur Powell. Dalam pernyataan resminya, The Fed mengatakan jika indikator terbaru menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kuat pada kuartal III-2023 tetapi data tenaga kerja sudah bergerak moderat.

 

Dampak lainnya yang mempengaruhi harga emas adalah anjloknya aktivitas manufaktur Asia ikut membuat harga emas melandai. PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,5. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir. PMI Vietnam turun ke 49,6 pada Oktober, dari 49,7 pada September sementara PMI Thailand turun menjadi 47,5 pada Oktober dari 47,8 pada September. PMI Manufaktur China juga jatuh ke fase kontraksi yakni 49,5 pada Oktober dari fase ekspansif 50,6 pada September. China adalah konsumen terbesar emas sehingga perkembangan di sana akan sangat menentukan emas.

 

Analis Standard Chartered, Suki Cooper, menjelaskan harga emas melemah karena pelaku pasar melihat The Fed masih hawkish. "Tekanan dari ekonomi makro masih membayangi emas mulai dari inflasi tinggi sampai suku bunga dan kenaikan dolar. Emas masih tertolong oleh konflik Timur Tengah,"tutur Cooper kepada Reuters.

 

Hal yang sama diutarakan, Praveen Singh, analis dari BNP Paribas mengatakan pernyataan The Fed yang mengatakan masih akan mempertimbangkan data ekonomi untuk kebijakan suku bunga membuat emas tertekan. "Suku bunga memang tidak naik tetapi fokus pertimbangan The Fed adalah ekonomi AS," ujarnya.