Menanti Data Ketenagakerjaan AS, Harga Emas Masih Tinggi



Harga emas masih tinggi mengawali Agustus 2022. Lesunya dolar AS dan imbal hasil surat pemerintah AS sedikit mendorong harga logam kuning ini. Harga emas hari ini di Treasury saat ini bergerak naik di level Rp870.212. Harga emas sempat turun ke Rp869.414.

Sementara itu, harga emas di pasar spot stabil di kisaran US$1.755,59 per ons dan emas berjangka AS melemah 0,2 persen ke US$1.779 per ons. Sebaliknya, harga perak turun 0,5 persen ke US$20,22 per ons, platinum melemah 0,5 persen ke US$892,83 per ons, dan paladium turun 0,2 persen ke US$2.124,74 per ons.

Dolar AS melemah kepada para pesaingnya, nyaris ke posisi terendah dalam tiga minggu. Ini membuat harga emas batangan lebih murah bagi pembeli luar negeri. Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga turun ke level terendah dalam empat bulan.

Selain itu, data perekonomian AS menunjukkan belanja konsumen naik pada Juni 2022. Hal ini disebabkan oleh warga AS yang membayar lebih untuk barang dan jasa, ditambah ada inflasi bulanan yang naik pada Juni.

SPDR Gold Trust, ETF emas terbesar di dunia, mengklaim kepemilikannya naik 0,06 persen jadi dari 1.005,29 ton menjadi 1.005,87 ton. Gubernur The Fed, Jerome Powell, memberikan isyarat ada kenaikan suku bunga yang lebih besar yang mungkin terjadi pada September 2022. Tapi, itu akan dilakukan setelah melihat data perekonomian terbaru. Sekadar informasi, sebelum pertemuan September, ada dua laporan indikator ekonomi yang akan dirilis, yaitu data inflasi dan ketenagakerjaan.

“Sekarang kami berada di posisi netral. Saat proses berlangsung, pada titik tertentu, akan tepat untuk memperlambat,” kata Powell.

Sekadar informasi, indeks pengeluaran pribadi di AS naik 6,8 persen, tertinggi kedua sejak Januari 1982 yang mencapai 6,9 persen. Lalu, pertumbuhan domestik bruto (PDB) di sana menyusut 0,9 persen pada kuartal II 2022 dan diketahui telah menyusut dua kuartal secara berturut-turut. Ini menandakan AS mengalami resesi.

Apalagi, sekarang pasar sedang fokus kepada data ketenagakerjaan Juli yang akan dirilis pada pekan ini—pasar memprediksi ada perlambatan. Kepala Ekonom Internasional ING, James Knightley, tidak heran kalau The Fed memilih hawkish setelah menaikkan suku bunga 75 persen basis poin karena melihat data indikator inflasi di AS.

“Kami memperkirakan The Fed akan berporos ke kenaikan 50 basis poin pada September dan November,” kata Knightley.

Broker komoditas senior RJO Futures, Daniel Pavilonis, mengatakan sikap The Fed ini bisa menjadi angin segar bagi emas. Harga emas akan lebih tinggi karena tekanan dari pasar berkurang. Pavilonis juga menilai The Fed akan memperlambat laju pengetatan ekonomi karena dampak kenaikan suku bunga sudah mulai terasa.

“The Fed memberikan sinyal bahwa suku bunga tidak akan hawkish seperti sebelumnya,” kata dia.

 

Optimistis Harga Emas Bisa Naik

Menurut survei emas mingguan yang dilakukan oleh Kitco News, analis Wall Street dan investor Main Street melihat ada potensi harga emas yang lebih tinggi minggu depan. Sentimen ini datang karena harga emas naik 2 persen mengakhiri pekan lalu.

Dari 16 analis Wall Street yang mengikuti survei, ada 69 persen yang optimistis harga emas bisa naik dalam waktu dekaty, 19 persen merasa harganya akan bearish, dan 13 persen lainnya bersikap netral.

Sementara itu, dari 1.534 responden dalam jajak pendapat Main Street, ada 62 persen yang memprediksi harga emas naik minggu depan, 22 persen menyebut harganya bisa lebih rendah, dan 16 persen lainnya netral.

Kepala Strategi Mata Uang di Forexlive.com, Adam Button, juga menilai harga emas kembali menanjak dalam waktu dekat. Terlebih, pernyataan bank sentral itu bisa menjadi angin segar untuk mengerek harga emas.

Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures, Phillip Streible, memprediksi emas bisa naik ke level US$1.800 per ons. Namun, kalau inflasi masih tetap tinggi, kemungkinan The Fed akan menaikkan kembali suku bunganya secara agresif, masih terbuka lebar.

“Jika inflasi tetap panas, Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga secara agresif yang bisa membatasi reli emas,” kata Streible.

Di luar AS, ada India yang meluncurkan pertukaran emas batangan internasional pertamanya belum lama ini. Peluncuran ini diharapkan bisa membawa transparansi untuk pasar logam mulia. Sekadar informasi, India merupakan konsumen terbesar kedua untuk emas. 

Tak hanya itu, pembelian emas fisik di India melandai pada pekan lalu. Hal ini disebabkan oleh rupee yang naik ke level tertinggi. Kemudian, ada lockdown baru untuk mengatasi kasus Covid-19 yang mengaburkan prospek permintaan emas di Tiongkok.

Pasar saham Asia juga dimulai dengan perlambatan karena data ekonomi Tiongkok yang mengkhawatirkan. Pasar jadi ragu reli pekan lalu di Wall Street bisa bertahan untuk menghadapi pengetatan kebijakan moneter The Fed.