Kekhawatiran Investor Dongkrak Harga Emas



Harga emas berbalik menguat pada perdagangan Kamis 23 Juni 2022. Terangkatnya harga emas ini berkat kecemasan investor terhadap inflasi dan resesi.

Dikutip dari Liputan6.com, harga emas di pasar spot naik 0,4 persen ke US$1,839,86 per ons. Emas berjangka AS terangkat 0,2 persen ke US$1.841,7 per ons.

Ini berbeda dengan harga emas Treasury. Harga emas 1 gram saat ini berada di level Rp904.978. Sempat menguat di level Rp908.509, emas bergerak naik turun. Usai berada di level Rp907.439, harga emas cenderung menurun.

Penguatan harga emas ini dipicu oleh penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan pelemahan nilai tukar dolar AS. Dikutip dari Kontan, yield obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun, turun dari 3,28 persen ke 3,16 persen. Indeks dolar AS pun melorot dari 104,43 menjadi 104,2.

“Hal mendasar yang terjadi di pasar emas adalah pendulum ini bolak-balik antara tekanan inflasi dan komitmen Fed untuk melawannya,” kata Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures, David Meger.

Investor, kata Meger, juga mempelajari pernyataan Gubernur Federal Reserve AS, Jerome Powell, di depan Kongres. Kala itu, Powell menyebut bank sentral AS ini berkomitmen untuk menekan inflasi. Kenaikan suku bunga pun bergantung kepada data yang masuk dan perkembangan prospek ekonomi.

“Karena sikap hawkish Federal Reserve, kami melihat penurunan cepat di pasar dari waktu ke waktu,” kata dia.

Namun, dia optimistis ada angin segar yang mendorong harga emas.

Sekadar informasi, emas memang dinilai sebagai alat lindung nilai aset terhadap inflasi. Akan tetapi, kenaikan suku bunga justru meredupkan pesona logam mulia itu karena bisa menjadikan komoditas ini mahal bagi pembeli luar negeri.

 

Harga Emas Juga Terangkat Karena Ini

Kekhawatiran investor terhadap perekonomian pun bertambah. Melejitnya harga pangan di Inggris mengerek angka inflasi angka konsumen. Dilansir dari Beritasatu, inflasi secara tahunan pada Mei 2022 mencapai 9,1 persen di Inggris. Angka ini yang tertinggi selama empat dekade.

Bursa saham juga ikut ambrol karena investor cemas kenaikan suku bunga dan resesi akan berlanjut.

“Ada peningkatan risiko resesi dan inflasi yang memberikan latar belakang yang cukup baik dalam hal permintaan safe haven,” kata kepala penelitian di Julius Baer, Carsten Menke.

Ini, ujar Menke, bukan karena orang tergesa-gesa memilih emas, melainkan logam ini masih menarik di mata mereka.

 

Keputusan yang Tepat?

Melansir Kitco, dalam penjelasannya di hadapan Senator AS, Powell memang menegaskan akan mengendalikan inflasi. Penyesuaian suku bunga dilakukan melihat data dan perkembangan ekonomi. Disebutkan pula keputusan untuk menaikkan suku bunga 75 basis poin pada Juni ini pun sesuai.

“Kami pikir itu langkah yang tepat untuk bergerak lebih agresif,” kata dia.

Powell mengakui inflasi saat ini masih jauh di bawah target. Ditambah lagi pasar tenaga AS semakin ketat. Federal Reserve, kata dia, akan terus berupaya mengembalikan stabilitas harga barang.

Disebutkan pula, pada data Mei, ada beberapa pemicu inflasi di sana, seperti konflik Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasok, dan lockdown di China akibat Covid-19. Konflik Rusia-Ukraina mendorong harga minyak mentah dan komoditas lain. Sementara lockdown di China membuat rantai pasok menjadi terganggu.

“Inflasi yang naik memang mengejutkan. Kejutan lebih lanjut bisa terjadi,” kata dia.

Sebelumnya, harga emas terpantau melemah. Dikutip dari CNBC Indonesia, pelemahan harga emas ini disebabkan oleh inflasi yang tinggi dan ekspektasi investor terhadap suku bunga acuan Federal Reserve.

Inflasi yang tinggi membuka peluang resesi makin besar. Ini membuat investor makin melirik emas untuk mengamankan asetnya sehingga bisa mengangkat harga logam mulia itu.

Akan tetapi, ekspektasi kenaikan suku bunga menahan harga emas.

“Jika kebijakan moneter gagal mendinginkan aktivitas ekonomi dan menurunkan inflasi, (inflasi) akan tetap tinggi,” tulis Standard Chartered dikutip dari CNBC Indonesia.

Selain itu, turunnya harga emas juga disebabkan oleh bursa saham AS yang menguat, data penjualan existing home yang melorot 3,4 persen, serta berkurangnya permintaan pasar terhadap logam mulia ini.