Kekhawatiran Mereda, Harga Emas Kini Relatif Stabil



Harga emas relatif stabil hari ini, Selasa 21 Juni 2022. Hal ini disebabkan oleh meredanya penguatan dolar AS dan kecemasan pasar terhadap pengetatan moneter yang agresif oleh Federal Reserve.

Menurut data Treasury, harga emas saat ini berada di level Rp906.002. Dibuka di level Rp905.871, harga emas menanjak dan bertengger di Rp909.135. Setelah itu, emas beringsut turun. Dibandingkan dengan bulan lalu, harga emas meningkat dari Rp903.388 menjadi Rp906.028.

Sementara itu, di pasar spot, harga emas naik tipis 0,09 persen ke US$1.842,5 per ons, dikutip dari CNBC.

Indeks dolar ditutup di level 104,7 pada perdagangan Senin 20 Juni 2022. Angkanya lebih rendah dari Selasa 14 Juni 2022 yang indeksnya berada di level 105,52, dikutip dari Kontan. Indeks dolar ini turun dari level tertinggi selama dua dekade. Pelemahan dolar AS ini menarik kembali permintaan emas batangan dari pembeli luar negeri.

“Logam mulia kemungkinan akan tetap berada di kisaran tersebut berkat kekuatan yang saling bertentangan yang mendorong kenaikan dan penurunan,” kata analis senior di FXTM, Lukman Otunga.

Otunga mengatakan perlu ada pemicu baru untuk mendorong kenaikan harga emas.

Sekadar informasi, kenaikan harga emas ini juga memicu logam-logam mulia lainnya. Terpantau harga perak naik 0,32 persen ke US$21,65 per ons, platinum meningkat 0,49 persen ke US$934,8 per ons, dan palladium terkerek 1,96 persen ke US$1.834 per ons.

 

Pasar Emas Fokus pada Kebijakan Bank Sentral?

JP Morgan mengatakan kenaikan suku bunga global sangat berpengaruh terhadap emas. Minggu lalu, ada 11 bank sentral yang menaikkan suku bunganya, termasuk Federal Reserve. Dikatakan bahwa lonjakan emas memang menaikkan emas, tapi ini membuat harganya rawan anjlok karena banyak bank sentral menaikkan suku bunga acuan.

“Situasi ini membuat harga emas tertahan,” ujar JP Morgan, dikutip dari CNBC Indonesia.

Kini, kenaikan harga emas ini dibatasi oleh komentar hawkish dari Gubernur Fed, Christopher Waller. Dia menjanjikan akan melakukan pendekatan apa pun untuk menekan inflasi di AS. Pernyataan ini keluar setelah Federal Reserve menaikkan suku bunga 75 basis poin dan memberi sinyal akan menaikkan suku bunga lebih tinggi.

 

Giliran Eropa Menaikkan Suku Bunga Acuan

Begitu pula di Eropa. Setelah Federal Reserve dan Bank Sentral Inggris, kini giliran Bank Sentral Eropa (ECB) juga akan menaikkan suku bunga acuannya. ECB memastikan kenaikannya akan dilakukan bulan depan untuk menekan inflasi, dikutip dari Katadata.

Bank ini akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin; kenaikan yang pertama sejak satu dekade lebih. Kalau inflasi memburuk, ada kemungkinan suku bunga dinaikkan lebih besar pada September 2022.

“Inflasi tinggi di atas target kemungkinan akan bertahan beberapa waktu,” kata Presiden ECB, Christine Lagarde.

Inflasi tahunan di Eropa diperkirakan berada di level 6,8 persen tahun ini dan berada di atas target 2,4 persen pada 2024.

 

Dipicu Konflik Rusia-Ukraina

Selain menaikkan suku bunga, ECB memotong perkiraan pertumbuhannya. PDB 19 negara yang menggunakan mata uang euro, diperkirakan tumbuh 2,8 persen pada 2022 dan 1,2 persen tahun depan.

Inflasi di zona euro mencapai 8,1 persen bulan Mei 2022. Penyebabnya adalah konflik Rusia-Ukraina. Konflik ini mendorong inflasi global dan menekan Uni Eropa. Kawasan ini harus menemukan alternatif minyak dan gas Rusia. Harga bahan bakar fosil di sana meroket 40 persen dari Mei 2021 dan bisa lebih tinggi dalam waktu dekat.

“Jika perang menigkat, sentimen ekonomi bisa memburuk karena kendala pasokan meningkat. Biaya energi dan makanan bisa tetap lebih tinggi dari yang diharapkan,” kata Lagarde.