Data Inflasi AS Dirilis Hari Ini, Harga Emas Malah Loyo



Harga emas turun pada perdagangan hari ini, Jumat 10 Juni 2022. Penurunan harga ini disebabkan oleh imbal hasil yield obligasi pemerintah AS yang naik dan investor yang wait and see data inflasi bulanan yang sebentar lagi akan diluncurkan.

Melansir dari data Treasury, harga emas 1 gram senilai Rp895.383. Tercatat dalam hari ini, emas turun Rp2.344 (0,26 persen) dari Rp899.335.  Dalam sebulan, harganya justru naik 0,37 persen.

Sementara itu, di pasar spot, harga logam mulia ini merosot 0,23 persen ke US$1.846,6 per ons troy, dikutip dari CNBC. Melemahnya emas itu juga diikuti oleh perak dan platinum. Terpantau harga perak melemah 0,79 persen ke US$21,64 per ons troy dan platinum 0,91 persen ke US$967 per ons troy. Sebaliknya, harga palladium cenderung naik 0,36 persen ke US$1.922,5 per ons troy.

Mengutip JPNN, kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi Comex New York Exchange juga terpleset 0,2 persen ke US$1.852,8 per ons troy.

 

Ini Penyebabnya?

Dilansir dari Kontan, pendorong utama yang membuat harga emas melemah adalah yield surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun, naik tipis. Ini mengurangi permintaan emas dengan imbal hasil nol.

Selain itu, pelaku pasar sedang fokus terhadap data inflasi ekonomi AS. Rencananya, data itu akan dirilis hari ini.

Investor khawatir menanti konfirmasi inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, mencapai puncaknya pada Maret dan telah mereda.

Ditambah lagi dengan proyeksi Federal Reserve yang akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin pada Juni dan Juli. Suku bunga acuan pun berpeluang naik pada September, menurut pendapat para ekonom Reuters. Mereka melihat tak ada jeda dalam kenaikan suku bunga sampai tahun depan.

Sementara itu, jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran pun meningkat ke level tertinggi dalam hampir lima bulan pada minggu lalu. Namun, kemungkinan itu tak menandai perubahan material dalam kondisi pasar tenaga kerja yang sangat ketat.

Harga emas pun juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Eropa (European Central Bank) yang mengakhiri skema stimulus jangka panjang. ECB akan menaikkan suku bunga pertama sejak 2011 pada bulan depan. Ini diikuti oleh langkah serupa dengan kenaikan yang berpotensi lebih besar pada September.

 

Membingungkan

Sebelumnya, pengaruh-pengaruh ini membuat pergerakan harga emas tak menentu. Analis Saxo Bank, Ole Hansen, mengatakan sentimen terhadap pergerakan emas ini membingungkan.

“Sentimen kadang membawa pergerakan ke arah lain,” kata dia.

Sebagai contoh, dalam beberapa hari terakhir, dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS menguat. Ini seharusnya melemahkan emas, tapi logam ini justru bisa menguat.

Menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan, dolar AS dan yield obligasi pemerintah AS naik tajam. Menguatnya dolar AS membuat emas jadi tidak menarik karena tak menawarkan imbal hasil.

Ada dugaan yang membuat pergerakan emas tidak sejalan dengan dolar AS dan yield, yaitu kekhawatiran stagflasi dan resesi. Bank Dunia menyoroti terjadinya stagflasi. Ini membuat permintaan emas naik. Logam mulia itu bisa dijadikan aset lindung nilai (hedging) saat inflasi naik atau ekonomi memburuk.

“Investor mungkin berpikir berinvestasi emas dalam 1-2 tahun ke depan,” kata Kepala Ekonom ACY Securities, Clifford Bennett.

Direktur Metal Trading High Ridge Futures, David Meger, melihat ada tarik ulur di pasar emas. Investor, kata Meger, sedang menanti data inflasi yang akan dirilis besok.

“Sekarang fokusnya ada data IHK hari Jumat untuk melihat sebenarnya mulai sedikit mundur atau terus berjalan lebih panas daripada yang diharapkan,” kata Meger.