Harga Emas Tak Pasti Jelang Rilis Data Inflasi AS



Harga emas menjadi tak pasti menjelang data inflasi AS dirilis. Analis menyebut ada tarik ulur di pasar logam mulia itu.

Harga emas 1 gram di Treasury terpantau berada di level Rp896.238. Saat ini merupakan harga tertinggi hari ini. Harganya sempat terjerembab ke level terendah di Rp893.903. Setelah itu, emas langsung naik Rp3.081 ke Rp896.094.

Harga emas di pasar spot juga terpantau turun tipis 0,08 persen ke US$1.854,9 per ons troy, dikutip dari CNBC. Penurunan ini juga diikuti oleh logam-logam mulia lainnya, yaitu perak, platinum, dan palladium. Harga perak turun 0,08 persen ke level US$1.854,9 per ons troy, platinum 0,46 persen ke US$1.006,9, dan palladium 0,02 persen ke US$1.937,5.

 Namun, harga emas sempat menguat 0,07 persen pada perdagangan kemarin dan ditutup di US$1.853,26 per ons troy. Dalam seminggu, emas bergerak volatil—akan melemah pada perdagangan pagi hari, tapi sering menguat menjelang perdagangan ditutup, dikutip dari CNBC Indonesia.

 

Membingungkan

 Analis Saxo Bank, Ole Hansen, mengatakan sentimen terhadap pergerakan emas ini membingungkan. “Sentimen kadang membawa pergerakan ke arah lain,” kata dia.

Sebagai contoh, dalam beberapa hari terakhir, dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS menguat. Ini seharusnya melemahkan emas, tapi logam ini justru bisa menguat.

Menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan, dolar AS dan yield obligasi pemerintah AS naik tajam. Menguatnya dolar AS membuat emas jadi tidak menarik karena tak menawarkan imbal hasil.

 Ada dugaan yang membuat pergerakan emas tidak sejalan dengan dolar AS dan yield, yaitu kekhawatiran stagflasi dan resesi. Bank Dunia menyoroti terjadinya stagflasi. Ini membuat permintaan emas naik. Logam mulia itu bisa dijadikan aset lindung nilai (hedging) saat inflasi naik atau ekonomi memburuk.

 “Investor mungkin berpikir berinvestasi emas dalam 1-2 tahun ke depan,” kata Kepala Ekonom ACY Securities, Clifford Bennett.

 

Tarik Ulur

Mengutip Kontan, Direktur Metal Trading High Ridge Futures, David Meger, melihat ada tarik ulur di pasar emas. Investor, kata Meger, sedang menanti data inflasi yang akan dirilis besok.

“Sekarang fokusnya ada data IHK hari Jumat untuk melihat sebenarnya mulai sedikit mundur atau terus berjalan lebih panas daripada yang diharapkan,” kata dia.

Meger menyebut ada tantangan yang harus dihadapi emas dari The Fed, yaitu komitmen bank sentral AS dalam memerangi inflasi.

Sekadar informasi, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, mengatakan tingkat inflasi tahunan di AS, sebesar 8 persen saat ini. Yellen menargetkan inflasi bisa ditekan hingga 2 persen.

 

Akan Tetapi...

Walaupun bisa menjadi alat lindung nilai, nyatanya, emas sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga menyebabkan emas batangan tak memberikan keuntungan.

Sebaliknya, emas diuntungkan dari safe haven yang didorong oleh naiknya kecemasan terhadap perekonomian, ujar analis senior OANDA, Edward Moya. Peningkatan harga emas terbaru terjadi meskipun dolar AS dan imbal hasil surat berharga AS naik.

Konsultan Metal Focus menyebut permintaan emas pada tahun ini diprediksi turun. Hal ini disebabkan oleh penjualan perhiasan yang lebih lemah dan investasi ritel di Tiongkok karena lockdown, serta pelemahan ekonomi.

 

Suku Bunga Acuan The Fed Diyakini Naik

Sebelumnya, suku bunga acuan The Fed makin diyakini akan naik setelah Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 0,85 persen. Suku bunga ini menjadi yang tertinggi sejak September 2019.

Ditambah lagi ada European Central Bank (ECB) memutuskan meninggalkan era suku bunga negatif dan menghentikan pembelian aset senilai triliunan euro. Pasar juga berekspektasi ECB akan mulai menaikkan suku bunga acuan bulan depan.

“Pada akhirnya, kita akan berada di situasi di mana terjadi kenaikan suku bunga global. Kondisi ini berdampak buruk ke pergerakan emas,” kata analis SPI Asset Management, Stephen Innes, dikutip dari CNBC Indonesia.