Pasar Cemaskan Inflasi, Harga Emas Naik Tipis



Harga emas menguat tipis pada perdagangan hari ini, Rabu 8 Juni 2022. Penguatan ini didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap inflasi dan imbal hasil obligasi AS yang turun.

Menurut data Treasury, harga emas 1 gram saat ini berada di level Rp889.975. Harga logam ini terpantau naik turun. Sempat melemah di level Rp890.659, harga emas terangkat ke level tertingginya hari ini, Rp892.572. Namun, setelah ada di level Rp892.349, harga emas perlahan turun ke Rp889.920 dan Rp889.447—level terendah emas pada saat ini. Usai itu, harganya perlahan-lahan naik.  

Dikutip dari CNBC, harga emas menguat 0,016 persen ke US$1.852,3 per ons troy. Penguatan harga ini juga diikuti oleh logam mulia lainnya, kecuali platinum.

Tercatat, harga perak naik 0,12 persen ke US$22,05 per ons troy dan paladium meningkat 0,72 persen ke US$1.979,5 per ons troy.

Sebaliknya, harga platinum turun 0,11 persen ke US$1.011,8 per ons troy.

 

Kekhawatiran Inflasi

Analis dari Kitco Metals, Jim Wykoff, menilai penguatan emas ini didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap inflasi. Peningkatan ini juga didukung oleh penurunan imbal hasil surat utang pemerintah AS, dikutip dari Liputan6.com. Disebutkan bahwa saham dunia dan imbal hasil obligasi turun karena ada kenaikan suku bunga 50 basis poin di Australia. 

“Emas didukung oleh meningkatnya kekhawatiran tentang inflasi yang secara historis merupakan elemen bullish untuk pasar logam,” kata Wykoff. 

Pekan depan, bank sentral AS, Federal Reserve, akan menggelar pertemuan. Pasar juga melihat ada risiko kenaikan suku bunga acuan, yaitu pelemahan konsumsi dan ekonomi AS.

“Ada kekhawatiran akan risiko dari lonjakan inflasi,” kata dia.

Karena risiko inilah, harga emas naik turun. Trader, ujar Wykoff, menilai kenaikan suku bunga The Fed ini sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi kenaikan suku bunga acuan bisa berdampak negatif ke emas, di sisi lain, bisa akan mendorong pergerakan emas. 

 

Makin Yakin Suku Bunga The Fed Naik

Suku bunga acuan The Fed makin diyakini akan naik setelah Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 0,85 persen. Suku bunga ini menjadi yang tertinggi sejak September 2019.

Ditambah lagi ada European Central Bank (ECB) memutuskan meninggalkan era suku bunga negatif dan menghentikan pembelian aset senilai triliunan euro. Pasar juga berekspektasi ECB akan mulai menaikkan suku bunga acuan bulan depan.

“Pada akhirnya, kita akan berada di situasi di mana terjadi kenaikan suku bunga global. Kondisi ini berdampak buruk ke pergerakan emas,” kata analis SPI Asset Management, Stephen Innes, dikutip dari CNBC Indonesia.

 

Menanti Data Inflasi

Investor kini sedang mencermati data inflasi yang akan dirilis Jumat pekan ini. Data inflasi itu bisa menjadi petunjuk tentang lintasan kenaikan suku bunga acuan The Fed. 

Kenaikan suku bunga setengah poin diharapkan di pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal pada 14-15 Juni 2022. 

“Kesenjangan antara emas dan kurs riil dapat dikaitkan dengan kenaikan yang tidak semestinya dalam kurs riil yang diberikan pengetatan kuantitatif dan jumlah panjang kepuasan yang masih besar yang ditahan dalam emas, menjaga harga logam kuning tetap tinggi,” kata TD Securities dalam sebuah catatan.

 

Tetap Konstruktif

Kepala Analis Blue Line Futures, Phillip Streible, mengatakan prospek teknis emas tetap konsturktif, tapi perspektif fundamental akan keruh. Data ekonomi mendukung tindakan kebijakan moneter agresif lebih lanjut.

“The Fed akan tegas hawkish dan kita bisa melihat lebih dari dua pergerakan 50 basis poin,” kata Streible. 

Namun, kata dia, inflasi tetap menjadi masalah dan masih terlalu tinggi. Volatilitas pasar pun juga meningkat.

Diperkirakan Stabil, Jadi Peluang Jangka Panjang

Di sisi lain, Kepala Analis Komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, memprediksi harga emas berada di bawah US$1.850 per ons troy. Penurunan harga emas pun bisa dilihat sebagai peluang pembelian jangka panjang. 

Sebaliknya, Presiden Adrian Day Asset Management, Adrian Day, memperkirakan harga emas akan bullish. Menurut Liputan6.com, Biro Statistik Tenaga Kerja AS mengatakan 390 ribu pekerjaan diciptakan pada Mei, melampaui ekspektasi ekonom sekitar 325 ribu.

“Laporan pekerjaan AS hanya akan memberi The Fed alasan untuk pengetatan, tetapi ekonomi tak cukup kuat untuk mempertahankan pengetatan yang berarti tanpa menyebabkan kerusakan ekonomi. Periode stagflasi di depan dan itu positif untuk emas,” kata Adrian Day. 

Beberapa analis tetap memprediksi harga emas akan naik dalam jangka panjang. Mereka juga mencatat bahwa dolar AS tetap jadi angin kritis, terutama Federal Reserve menaikkan suku bunga. 

“Dengan nonfarm payroll mengalahkan ekspektasi, tampaknya tak ada alasan bagi Fed untuk memperlambat pengetatan,” kata Kepala Analis SIA Wealth Management, Colin Cieszynski.