Menanti Data Inflasi, Harga Emas Turun



Harga emas melemah pada Selasa, 7 Juni 2022. Pelemahan harga ini tak hanya didorong oleh dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS, tetapi juga sikap investor yang menanti data inflasi.

Menurut data Treasury, harga emas 1 gram hari ini berada di level Rp885.889. Selama sepekan, harga emas turun Rp9.016 dari Rp892.915 pada 31 Mei 2022 menjadi Rp884.793

Melansir CNBC, harga emas hari ini turun 0,23 persen ke US$1.839,6 per ons troy. Pelemahan harga ini juga terjadi untuk perak, platinum, dan palladium. Harga perak melemah 0,46 persen ke US$21,99 per ons troy, platinum 1,24 persen ke US$1.017,2 per ons troy, dan palladium 0,13 persen ke US$1.993,5 per ons troy.

Mengutip JPNN, indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, menguat 0,29 persen menjadi 102,43. Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS juga menurunkan daya tarik emas. 

Emas berada di bawah pengaruh indeks dolar AS karena dua faktor, yaitu angka ekonomi AS dan kebijakan moneter Federal Reserve. Analis pasar memperkirakan tingkat harga paling penting untuk emas minggu ini adalah resistensinya di US$1.900. 

 

Investor Tunggu Data Inflasi

Dikutip dari CNBC Indonesia, analis OANDA, Edward Moya, mengatakan investor menunggu data inflasi. Data tersebut akan menjadi pegangan seberapa besar kenaikan suku bunga acuan The Fed. Data inflasi AS ini disebut akan keluar Jumat minggu ini, sedangkan The Fed akan menggelar rapat pekan depan.

“Sebelum data inflasi keluar, investor akan memilih wait and see,” kata Moya.

Dia akan menghitung seberapa besar kenaikan suku bunga The Fed begitu data keluar. “Kalau inflasi melonjak, emas akan melemah,” ujar Moya.

Kenaikan suku bunga acuan The Fed juga akan mengerek dolar AS dan yield obligasi pemerintah AS. Kedua faktor itu berdampak buruk karena penguatan dolar AS membuat emas semakin mahal. Emas tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan yield surat utang AS membuat emas tidak menarik.

“Pasar masih menunggu penggerak besar,” kata analis lainnya dari OANDA, Craig Erlam. 

Erlam juga berpendapat data inflasi yang akan keluar tiga hari lagi menjadi sangat penting. “Kalau inflasi lebih rendah daripada perkiraan, ini akan meredam sentimen di pasar,” kata dia.

 

Diperkirakan Stabil

Sebelumnya, harga emas diperkirakan bergerak stabil di level US$1.850 per ons troy pada pekan ini. Harga logam mulia itu akan terpengaruh tarik ulur kenaikan suku bunga The Fed dengan angka inflasi, dikutip dari Liputan6.

Menurut survei Kitco, sebagian besar analis memperkirakan harga emas akan naik pada minggu ini, tapi tidak terlalu besar karena ada tantangan yang harus dihadapi. Mayoritas pelaku pasar juga ingin harga emas bisa naik pada pekan ini. Tapi, banyak juga yang memperkirakan harga logam mulia itu akan tertekan.

Dari 15 analis di Wall Street, 7 di antaranya menyerukan harga emas naik minggu depan, 5 menyatakan harga emas akan bearish dalam waktu dekat, sedangkan 3 lainnya memilih netral.

Sedangkan dalam polling online, ada 637 pelaku pasar yang ikut andil. Ada 448 responden yang memperkirakan harga emas akan naik minggu ini, 117 responden menyebut harga emas akan lebih rendah dan 72 persen lainnya memilih netral. 

 

Tetap Konstruktif

Kepala Analis Blue Line Futures, Phillip Streible, mengatakan prospek teknis emas tetap konstruktif, tapi perspektif fundamental akan keruh. Data ekonomi mendukung tindakan kebijakan moneter agresif lebih lanjut. 

“The Fed akan tegas hawkish dan kita bisa melihat lebih dari dua pergerakan 50 basis poin,” kata Streible. 

Namun, kata dia, inflasi tetap menjadi masalah dan masih terlalu tinggi. Volatilitas pasar pun juga meningkat. 

 

Diperkirakan Stabil, Jadi Peluang Jangka Panjang

Di sisi lain, Kepala Analis Komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, memprediksi harga emas berada di bawah US$1.850 per ons troy. Penurunan harga emas pun bisa dilihat sebagai peluang pembelian jangka panjang. 

Sebaliknya, Presiden Adrian Day Asset Management, Adrian Day, memperkirakan harga emas akan bullish. 

“Laporan pekerjaan AS hanya akan memberi The Fed alasan untuk pengetatan, tetapi ekonomi tak cukup kuat untuk mempertahankan pengetatan yang berarti tanpa menyebabkan kerusakan ekonomi. Periode stagflasi di depan dan itu positif untuk emas,” kata Adrian Day. 

Beberapa analis tetap memprediksi harga emas akan naik dalam jangka panjang. Mereka juga mencatat bahwa dolar AS tetap jadi angin kritis, terutama Federal Reserve menaikkan suku bunga. 

“Dengan nonfarm payroll mengalahkan ekspektasi, tampaknya tak ada alasan bagi Fed untuk memperlambat pengetatan,” kata Kepala Analis SIA Wealth Management, Colin Cieszynski.