Menilik Sejarah Tambang di Indonesia dari Kolonial Belanda sampai Indonesia Merdeka



Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk mineral seperti emas. Tak mengherankan kalau melihat ada banyak kegiatan pertambangan mineral di negeri ini. Tapi, pernahkah terbersit di pikiran tentang sejarah pertambangan di Indonesia?

Dulu, kegiatan pertambangan dikelola oleh penduduk setempat secara tradisional sebelum penambangan bahan galian dilakukan oleh suatu lembaga. Penambangan yang dilakukan rakyat itu dilakukan berdasarkan izin dari raja atau sultan.

Saat masa penjajahan Belanda, emas, timah, dan batubara menjadi komoditas dan terjadi perdagangan dengan bangsa-bangsa Eropa. Untuk menangani perdagangan internasional, negara itu membentuk Kongsi Perdagangan Hindia-Timur (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau VOC.

Bersamaan dengan itu, ilmuwan pun berdatangan untuk menyelidiki jenis bahan tambang di Nusantara. Pada tahun 1600-1652-an dimulailah aspek ilmu kealaman oleh ilmuwan dari Eropa. Lalu, pada 1850, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Dienst van het Mijnwezen (lebih dikenal Mijnwezen alias Dinas Pertambangan). Organisasi ini dibentuk agar penyelidikan geologi dan pertambangan bisa lebih terarah.

Pada 1928, pemerintah Hindia Belanda membangun Laboratorium Geologisch—sekarang Museum Geologi—sebagai kantor Dienst van den Mijnbouw.

 

Rebut Paksa dari Jepang

Selama Perang Dunia II, tempat ini sering dijadikan sebagai tempat pendidikan Kursus Asisten Geologi. Pengajaran ini hanya diisi beberapa orang, termasuk Raden Soenoe Soemoesastro dan Arie Frederik Lasut (A. F. Lasut). Dua orang inilah yang menjadi pegawai pertama di Mijnbouw sejak 1941 dan menjadi tokoh perjuangan dalam membangun kelembagaan tambang dan geologi nasional.

Lalu, Mijnbouw beserta sarana dan dokumennya diambil alih Jepang pada 1942-1945. Namanya pun berganti dengan Chishitsu Chosasho. Namun, kantor Chishustsu Chosasho tidak bisa berbuat banyak karena kurang tenaga ahli dan anggaran. Tenaga dari Belanda pada awalnya dipertahankan, lalu diinternir, kecuali yang diperlukan Jepang.

 

Pada 28 September 1945, Raden Ali Tirtosoewirjo. A.F. Lasut. R. Soenoe Soemosoesastro dan Sjamsoe M. Bahroem, mengambil alih dengan paksa kantor Chishitsu Chosasho dari Jepang. Lalu, kantor itu berganti nama dengan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG).

Tak hanya itu, pada tanggal yang sama, diketahui terjadi pengambilalihan Jawa Denki Koza (Perusahaan Listrik Jawa) oleh para pemuda.

Pengambilalihan ini mengacu kepada pengumuman dari pemerintah pusat bahwa semua pegawai negeri adalah pegawai republik Indonesia dan wajib menjalankan perintah dari pemerintah. Kemudian, Komite Nasional Indonesia Kota Bandung juga mengumumkan semua kantor dan perusahaan yang ada di Bandung, diambil alih dari kekuasaan Jepang.

Semula, badan ini diketuai oleh Soenoe Soemosoesastro dan A. F. Lasut sebagai wakilnya. Beberapa minggu kemudian, struktur organisasinya berubah yang A. F. Lasut menjadi pemimpin PDTG dan Soenoe Soemosoesastro sebagai Kepala Bagian Geologi. Pada 20 Oktober 1945, Lasut mengumumkan semua kegiatan pertambangan ada di bawah pengawasan PDTG.

 

Saat Agresi Militer Belanda Pecah

Selama perang kemerdekaan, kantor PDTG berpindah-pindah. Sejak terjadi agresi militer pada 1946, kegiatan PDTG pindah dari Bandung ke Tasikmalaya, kemudian ke Magelang dan Tirtomoyo. Yang masih tinggal di Tasikmalaya, menyusul yang sudah lebih dahulu mengungsi ke Jawa Tengah.

Karena sarana kerja terbatas, pimpinan PDTG meminta karyawan-karyawannya berpencar. Ada yang ditempatkan di Borobudur, Muntilan, Dukun, dan Srumbung di kaki Gunung Merapi.

Lalu, pada 20 November 1947, terbit surat keputusan menteri bahwa kantor pusat PDTG dan beberapa bagian-bagiannya pindah ke beberapa tempat di Yogyakarta.

Soenoe dan Lasut membuka sekolah pertambangan-geologi tinggi (SPGT), sekolah pertambangan-geologi menengah (SPGM), dan sekolah pertambangan-geologi pertama (SPGP) untuk mengembangkan badan tersebut.

 

Dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Sekadar informasi, A. F. Lasut merupakan orang muda yang tegas. Dia menolak bekerja sama dengan Belanda. Pada 1949, saat Yogyakarta diduduki pasukan Belanda, A. F. Lasut diculik oleh pasukan dari Tijger Brigade. Dia dibawa dari kediamannya di Pugeran dan dibawa dengan jip ke arah Kaliurang, lalu dibunuh di Sekip.

 

Atas jasa-jasa A. F. Lasut, pada 1969 pemerintah menetapkannya sebagai pahlawan kemerdekaan nasional.

Pada 1950, semua kegiatan tambang dan geologi, baik yang dilakukan PDTG dan Mijnbouw, dijadikan satu dan namanya berubah jadi Djawatan Pertambangan Republik Indonesia—cikal bakal departemen yang menaungi geologi, pertambangan, perminyakan, dan energi. Kemudian, tanggal 28 September ditetapkan sebagai Hari Pertambangan Nasional.

 

Lalu, Bagaimana dengan Pertambangan Emas dan Perak?

Saat penjajahan Jepang sampai 1949, tidak diketahui ada pertambangan emas dan perak. Pada 1950-1956, usaha pertambangan emas dan perak melanjutkan dan memugar tambang yang sudah ada. Pada masa itu, iklim investasi tidak menarik swasta. Hal ini disebabkan oleh peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah dan harga emas yang rendah.

Hanya NV PP—anak usaha Bank Industri Negara yang kemudian bergabung dengan Aneka Tambang—yang menambang emas di Cikotok, Banten, dan Logas, Riau. Tambang emas di Bengkulu, Kalimantan, Sulawesi Utara, dan daerah lainnya dilakukan oleh rakyat setempat dan skalanya kecil. Untuk produksi emas, tidak diketahui jumlahnya pada 1945-1946. Jumlah produksi baru diketahui mulai 1957. Diketahui pada 1957-1966, produksi emas fluktuatif, bahkan cenderung turun.

Produksi emas meningkat dari 43,7 kg pada 1957 menjadi 221,7 kg pada 1959. Pada tahun-tahun berikutnya, produksi emas cenderung turun. Pada 1966, produksi emas mencapai 128,2 kg. Sekarang, kamu tidak perlu pergi menambang untuk mendapatkan emas. Kamu bisa membelinya melalui smartphone. Aplikasi emas digital seperti Treasury bisa jadi pilihan. Harganya sangat terjangkau, mulai dari Rp5 ribu.

 

Banyak keuntungan yang kamu dapatkan investasi emas di Treasury.

Jaminan kepemilikan Logam Mulia di UBS (PT Untung Bersama Sejahtera), sesuai dengan gramasi emas yang kamu miliki di aplikasi Treasury. Kamu bisa mencetaknya menjadi Logam Mulia (emas fisik) mulai dari 0,1 gram, kapanpun dibutuhkan atau mencairkannya menjadi uang tunai hanya dalam 2x24 jam.

Lebih dari itu, kamu juga bisa mewariskan investasi emas, membuat rencana masa dengan fitur Rencana Emas, transfer emas, serta membeli berbagai koleksi perhiasan terbaru dari UBS Lifestyle. Makanya, download aplikasi Treasury sekarang!