Ada Ancaman Resesi Global Nih, Mending Mana: Cash atau Investasi?



Sobat Treasury, ekonomi global diperkirakan akan mengalami resesi pada tahun depan. Riset Ned Davis Research menunjukkan peluangnya mencapai 981, persen. Usut punya usut, model resesi setinggi ini ternyata pernah terjadi pada krisis keuangan tahun 2008, 2009, dan 2020.

Ada beberapa hal yang menyebabkan resesi global, yaitu perlambatan ekonomi yang terjadi di berbagai negara. Seperti yang dikatakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, perlambatan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju, seperti China, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris.

Kok bisa kena resesi? Pengetatan moneter seperti menaikkan suku bunga acuan dan mengetatkan likuiditas menjadi salah satu penyebab terjadinya resesi, Sobat.

Pada umumnya, bank-bank sentral, termasuk Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuannya, untuk menekan inflasi yang tinggi. Inflasi yang melejit, belakangan ini, disebabkan oleh melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara dan ketegangan politik Rusia-Ukraina.

Alhasil, bank-bank sentral negara maju mengencangkan likuiditas. Dampaknya ini akan terasa kepada perekonomian global, termasuk negara-negara berkembang. Misalnya, nilai ekspor komoditas akan merosot karena harganya tinggi, tetapi permintaan rendah.

 

Cash is The King Tapi Syarat dan Ketentuan Berlaku

Memang, pada saat itu, orang-orang lebih disarankan untuk memegang uang cash, seperti yang disarankan oleh perencana keuangan di Advisor Alliance Group Indonesia, Dandy. Mengutip CNN Indonesia, resesi yang mungkin datang dalam waktu dekat, bisa mempengaruhi pasar. Dia menyarankan investor tidak terlalu serakah dalam mengambil keputusan untuk investasi.

“Cash sudah pasti uang nggak akan ke mana-mana dan bisa disiapkan saat resesi terjadi,” kata Dandy. Hal serupa juga dikatakan oleh perencana keuangan, Ahmad Gozali. Ahmad menyebut bisa saja memegang uang tunai ketika ada resesi. Akan tetapi, hal ini dilakukan kalau kondisinya hanya sebatas resesi sebab ada risiko di balik memegang uang tunai, yaitu inflasi. Dia menyebut resesi ini biasanya dibarengi dengan inflasi. “Cash menurun, nilainya saat inflasi tinggi,” kata dia dikutip dari Tribunnews. Ahmad menyarankan ada dana parkir yang siap digunakan.

 

Disarankan Investasi dengan Risiko yang Rendah

Jika ingin investasi, kamu disarankan untuk memilih instrumen yang risikonya rendah, Sobat Treasury. Emas bisa dijadikan pilihan bagimu yang ingin berinvestasi. Menurut Dandy, logam mulia itu bisa dijadikan pilihan utama. Hal ini mengingat emas merupakan aset safe haven.

Ditambah lagi, emas terbukti tahan banting ketika menghadapi ekonomi yang buruk. Saat ekonomi memburuk, harganya naik, misalnya ketika krisis keuangan akibat pandemi Covid-19. Mengapa harga emas bisa naik? Ketika ekonomi memburuk, investor mengalihkan uangnya ke emas dan membuat harganya naik. Ini bisa dimanfaatkan kembali oleh investor ketika terjadi resesi.

Selain itu, logam kuning ini juga punya manfaat-manfaat lainnya. Misalnya, nilainya tetap terjaga serta mudah untuk ditemukan. Instrumen investasi ini juga sangat cair alias mudah dijual. Jadi, kamu bisa menjualnya ketika memerlukan uang tunai. Harganya pun bisa naik setiap tahun.

Kamu ingin membeli emas? Sekarang membeli emas pun nggak pakai repot. Sobat Treasury bisa membelinya melalui aplikasi emas digital. Misalnya, Treasury, yang menyediakan emas dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp5 ribu. Murah banget, kan!

 

Banyak keuntungan yang kamu dapatkan investasi emas di Treasury.

Jaminan kepemilikan Logam Mulia di UBS (PT Untung Bersama Sejahtera), sesuai dengan gramasi emas yang Kamu miliki di aplikasi Treasury. Kamu bisa mencetaknya menjadi Logam Mulia (emas fisik) mulai dari 0,1 gram, kapanpun kamu membutuhkan, atau mencairkannya menjadi uang tunai hanya dalam 2x24 jam.

Lebih dari itu, kamu juga bisa mewariskan investasi emas, membuat rencana masa dengan fitur Rencana Emas, transfer emas, serta membeli berbagai koleksi perhiasan terbaru dari UBS Lifestyle. Makanya, download aplikasi Treasury sekarang!